Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 512 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 39 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (12/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 512 titik panas terdeteksi, 16 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 431 titik skala sedang, dan 65 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Kualitas Udara Pekanbaru Paling Bersih di Indonesia Pagi Ini (8/11))
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 246 titik. Maluku Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 43 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 38 titik panas.
Sebanyak 34 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat menyusul dengan 29 titik panas, serta Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 19 dan 17 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kualitas Udara Jawa Barat Pagi Hari (8/11) Terburuk di Indonesia)