KLHK: Jumlah Hotspot di Indonesia Capai 65 Dalam 24 Jam Terakhir (Sabtu, 5 April 2025)


Nama Data | Nilai |
---|---|
Nusa Tenggara Timur | 14 |
Kalimantan Barat | 9 |
Sumatera Barat | 8 |
Jawa Timur | 6 |
Sulawesi Selatan | 6 |
Jambi | 5 |
Papua Selatan | 5 |
Maluku Utara | 3 |
Nusa Tenggara Barat | 3 |
Sulawesi Barat | 3 |
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 65 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 28 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (5/4/2025) pukul 11.14 WIB. Dari 65 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 61 titik skala sedang, dan 3 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada 2 Ribu Bencana Alam di Indonesia pada 2024, Banjir Mendominasi)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 14 titik. Kalimantan Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 9 titik. Sumatera Barat berada di posisi ketiga sebanyak 8 titik panas.
Sebanyak 6 titik panas terdeteksi di Jawa Timur, Sulawesi Selatan menyusul dengan 6 titik panas, serta Jambi dan Papua Selatan masing-masing memiliki 5 dan 5 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Penerima Rumah Susun 2022, Terbanyak Korban Bencana Alam)