Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 956 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 221 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (28/8/2024) pukul 16.16 WIB. Dari 956 titik panas terdeteksi, 21 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 840 titik skala sedang, dan 95 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Amerika Serikat Punya Jumlah Gunung Berapi Terbanyak di Dunia, Bagaimana Indonesia?)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 218 titik. Nusa Tenggara Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 184 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 104 titik panas.
Sebanyak 99 titik panas terdeteksi di Jambi, Jawa Timur menyusul dengan 84 titik panas, serta Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur masing-masing memiliki 79 dan 40 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Letusan Gunung Berapi dalam Beberapa Tahun Terakhir)