Sepanjang tahun 2021 ada 77 orang terdakwa yang divonis terlibat korupsi suap dan gratifikasi di Indonesia.
Menurut Laporan Hasil Pemantauan Tren Vonis 2021 dari Indonesia Corruption Watch (ICW), total nilai suap dan gratifikasi yang melibatkan seluruh terdakwa itu mencapai sekitar Rp369,47 miliar.
ICW juga mencatat ada 6 terdakwa penerima suap terbesar sepanjang 2021. Mayoritas atau 4 orang di antaranya berasal dari kalangan anggota partai politik (parpol).
Terdakwa penerima suap paling besar pada 2021 adalah Hadinoto Soedigno, yang divonis menerima suap Rp70 miliar saat ia menjabat sebagai Direktur Teknik PT Garuda Indonesia.
Di urutan kedua ada Nurhadi, divonis menerima suap Rp49,4 miliar saat ia menjabat Sekretaris Mahkamah Agung.
Selanjutnya ada Juliari Batu Bara, menerima suap Rp32,4 miliar saat masih berstatus Menteri Sosial dan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Kemudian Ismunandar, menerima suap Rp27,4 miliar saat ia berstatus Bupati Kutai Timur dan anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Diikuti Edhy Prabowo, yang divonis menerima suap Rp25,6 miliar saat ia berstatus sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus anggota Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Terakhir ada Taufiqurrahman, yang menerima suap Rp25,6 miliar saat menjabat Bupati Nganjuk sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kabupaten Nganjuk.
Seluruh terdakwa kasus suap tersebut dipecat dari jabatan dan/atau partainya ketika mereka menjadi tersangka.
Adapun fenomena banyaknya anggota parpol yang terlibat korupsi pernah diteliti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Pada 2016, KPK dan LIPI pernah melakukan riset soal mengapa tokoh pilihan parpol banyak yang korupsi. Salah satunya adalah karena tidak adanya proses pengkaderan yang jelas," terang Plt. Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana di situs resminya, Kamis (19/5/2022).
"Partai lebih mementingkan popularitas seseorang untuk dipinang sebagai kader dan dimajukan sebagai calon anggota legislatif atau kepala daerah, ketimbang orang-orang yang benar-benar kompeten," tambah Wawan.
(Baca Juga: Anggota DPR dari Parpol Mana yang Paling Banyak Diciduk KPK?)