Baterai berbahan dasar nikel atau nickel cobalt maganese (NCM) memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan yang berbahan besi atau lithium iron phosphate (LFP).
Data yang diolah Visual Capitalist dari Benchmark Mineral Intelligence menunjukkan, baterai NCM tumbuh subur di Jepang hingga Amerika Utara. Tidak dengan LFP yang timbuh lebih tinggi di China.
Di China, LFP mendominasi hingga 64% pasar pada 2024. Visual Capitalist menyebut, angka tersebut diproyeksikan tumbuh menjadi 76% pada 2030, didorong oleh keterjangkauan harga di pasar mobil listrik terbesar di dunia.
"Khususnya, lebih dari 70% dari semua baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang pernah diproduksi telah diproduksi di China, yang berkontribusi pada keahlian manufaktur yang mendalam," tulis Visual Capitalist pada Rabu (23/4/2025).
(Baca juga: Permintaan Baterai Kendaraan Listrik China Tertinggi pada 2023)
Sementara NCM lebih banyak digunakan di Amerika Utara sebesar 71%, Eropa 69%, Korea Selatan 62%, dan Jepang 58%. Pasar NCM di China hanya 27%.
Visual Capitalist menjabarkan karakteristik kedua jenis baterai tersebut. NCM menawarkan kepadatan energi yang lebih tinggi dan berkinerja lebih baik di iklim dingin, tetapi lebih mahal dan memiliki masa pakai yang lebih pendek.
Sementara LFP dikenal dengan biaya yang lebih rendah dan stabilitas termal yang lebih baik, meskipun memberikan jarak tempuh yang lebih pendek dan menambah berat. Saat ini, katoda LFP mencakup 40% dari pasar EV dalam hal gigawatt-jam (GWh).
Selain kendaraan penumpang, baterai LFP banyak digunakan dalam sistem yang sering mengalami pengisian dan pengosongan, seperti penyimpanan energi skala rumah tangga dan jaringan, saat bobot tambahan tidak menjadi fokus utama.
"Baterai ini juga ideal untuk aplikasi penggunaan sehari-hari seperti bus dan armada pengiriman," kata Visual Capitalist.
(Baca juga: Indonesia Masuk Jajaran Produsen Kobalt Tertinggi Global pada 2024)