Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,31% sepanjang 2022, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2010 senilai Rp 11.710,4 triliun, dan PDB harga berlaku Rp 19.588,4 triliun.
"Secara kumulatif, kinerja ekonomi tahun 2022 menguat dibandingkan dengan 2021. Pertumbuhan ekonomi tahunan kembali mencapai level 5% seperti sebelum pandemi," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin (6/2/2023).
"Seluruh leading sector, yaitu industri perdagangan, pertambangan, pertanian, konstruksi melanjutkan tren positif dan tumbuh mengesankan," kata Margo.
"Lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah transportasi dan pergudangan, serta penyediaan akomodasi dan makan-minum, yang didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat serta peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara," lanjutnya.
(Baca: PDB Indonesia 2022 Tembus Rp19 Kuadriliun, Ini Sektor Penyumbangnya)
Adapun laporan BPS ini sejalan dengan proyeksi International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2023, yang meramalkan ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5,3% pada 2022.
Namun, IMF memperkirakan pertumbuhan Indonesia pada 2023 akan melambat ke 4,8%.
IMF tidak merinci faktor apa yang bakal membebani pertumbuhan Indonesia. Namun, secara umum IMF menilai tahun ini ada sejumlah risiko yang membayangi ekonomi global, salah satunya kondisi Tiongkok yang dikhawatirkan belum bisa pulih dari dampak pandemi Covid-19.
"Dengan kekebalan penduduk yang masih rendah dan kapasitas rumah sakit yang tidak memadai, terutama di luar kota-kota besar, masalah kesehatan bisa menghambat pemulihan Tiongkok," kata IMF dalam WEO edisi Januari 2023.
"Hal tersebut bisa berpengaruh ke berbagai belahan dunia, terutama karena turunnya permintaan dan masalah rantai pasokan," lanjutnya.
Turunnya permintan dari Tiongkok tentu berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, mereka merupakan pasar ekspor nonmigas terbesar.
Sepanjang 2022 Indonesia mengekspor komoditas nonmigas senilai USD 63,5 miliar ke Tiongkok, sedangkan nilai ekspor ke negara-negara lainnya jauh lebih rendah.
(Baca: Proyeksi IMF, Mayoritas Mitra Dagang RI Melemah pada 2023)