Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
“Rata-rata (kenaikan tarif cukai rokok) 10%, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5% hingga 11,75%, SPM I dan SPM II naik di 12% hingga 11%, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5%,” ujar Sri Mulyani dikutip dari laman Sekretariat Presiden, Kamis (3/11).
Kenaikan tarif tak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani mengatakan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
Lantas, bagaimana tren penerimaan cukai hasil tembakau sepanjang tahun ini?
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tumbuh pesat hingga bulan kesembilan tahun ini.
Penerimaan cukai hasil tembakau sepanjang Januari-September 2022 mencapai Rp153,05 triliun. “Pertumbuhan penerimaan (CHT) masih positif yakni 19,27% (year-on-year/yoy),” ujar Sri Mulyani dalam konferensi APBN KiTa, beberapa waktu (21/10) lalu.
Kenaikan penerimaan CHT pun tercatat meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pada Januari-September 2019, realisasi penerimaan CHT hanya Rp102,7 triliun.
Kemudian, realisasinya naik 8,53% (yoy) pada Januari-September 2020 menjadi Rp111,46 triliun dan naik 15,14% (yoy) menjadi Rp128,33 triliun pada Januari-September 2021.
(Baca: Pendapatan Negara dari Cukai Rokok Naik Terus sejak 2011)