Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada sekitar 15 ribu permasalahan di lembaga pemerintahan yang dapat menimbulkan kerugian senilai Rp18,37 triliun.
Temuan BPK ini tercatat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 yang dirilis 4 Oktober 2022.
"IHPS I Tahun 2022 merupakan ikhtisar dari 771 Laporan Hasil Pemeriksaan BPK pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan badan lainnya," jelas BPK dalam laporan tersebut.
BPK menemukan ada tiga kelompok besar permasalahan dalam lembaga pemerintahan, yaitu:
- Kelemahan sistem pengendalian internal;
- Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
Dari tiga kelompok masalah tersebut, kerugian dan potensi kerugian paling besar disebabkan oleh ketidakpatuhan pada peraturan.
"Sebanyak 8.116 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp17,33 triliun," jelas BPK.
Ini beberapa temuan BPK terkait ketidakpatuhan pemerintah beserta nilai kerugiannya per tahun 2021:
- Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang: Rp1,9 triliun
- Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan: Rp679,68 miliar
- Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang: Rp135,93 miliar
- Spesifikasi barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak: Rp39,13 miliar
- Biaya perjalanan dinas ganda dan atau melebihi standar: Rp13,16 miliar
- Pemahalan harga (mark-up): Rp11,45 miliar
- Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan: Rp7,66 miliar
- Pembayaran honorarium ganda dan/atau melebihi standar: Rp7,36 miliar
- Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi: Rp5,82 miliar
- Belanja perjalanan dinas fiktif: Rp2,54 miliar
- Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif lainnya: Rp759,61 juta
"Atas permasalahan yang ditemukan, BPK memberikan 24.796 rekomendasi antara lain kepada pimpinan entitas terkait agar menetapkan dan/atau menarik kerugian, memungut kekurangan penerimaan, dan menyetorkannya ke kas negara/daerah/perusahaan, serta mengupayakan agar potensi kerugian tidak menjadi kerugian," jelas BPK.
"Dengan demikian, tata kelola keuangan negara dan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih berkualitas dan bermanfaat untuk mewujudkan tujuan bernegara," pungkas BPK.
(Baca: Salah Sasaran, 22 Ribu ASN Terima Bantuan Subsidi Upah pada 2021)