Menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada 56 lembaga pemerintah daerah (pemda) yang melakukan pemborosan atau belanja dengan harga terlalu mahal pada semester II 2023, dengan nilai total pemborosan Rp86,44 miliar.
Hal ini tercatat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dirilis awal Juni 2024.
BPK tidak memerinci daftar seluruh pemda yang melakukan pemborosan tersebut.
Mereka hanya menyebutkan tiga nama secara khusus, yaitu Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Papua Tengah, dan Pemkab Minahasa Tenggara.
BPK menyatakan, pembayaran subsidi pangan murah sebesar Rp25,79 miliar pada DKPKP Pemprov DKI Jakarta belum menggambarkan biaya sebenarnya dan lebih besar dari harga rata-rata pembelian dari vendor.
Masalah tersebut khususnya ditemukan dalam komponen pembentuk harga daging sapi, serta komponen pembentuk harga susu UHT.
Kemudian untuk Pemprov Papua Tengah, temuannya adalah ketidakhematan pembayaran honorarium, uang harian perjalanan dinas, serta biaya representasi dengan nilai pemborosan Rp14,95 miliar.
Sementara Pemkab Minahasa Tenggara tercatat melakukan ketidakhematan belanja honorarium untuk pejabat pembuat komitmen, satuan pengelola barang milik daerah, dan tim/sekretariat pelaksana kegiatan sebesar Rp7,28 miliar.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan kepada kepala daerah terkait agar mengkaji ketentuan pembayaran subsidi pangan murah yang tepat dan mekanisme verifikasinya, dengan mempertimbangkan biaya yang sebenarnya serta margin keuntungan yang proporsional.
Kepala daerah terkait juga diminta menyusun konsep revisi peraturan daerah tentang standar harga satuan, dengan mengacu pada Perpres tentang Standar Harga Satuan Regional.
Secara keseluruhan, BPK sudah menghimpun 1.711 temuan terkait pengelolaan belanja daerah yang berisi 2.709 permasalahan.
Permasalahannya meliputi 498 kelemahan sistem pengendalian internal (SPI), 2.163 masalah ketidakpatuhan dengan nilai Rp855,16 miliar, serta 138 masalah efisiensi, efektivitas, dan ketidakhematan dengan nilai Rp89,20 miliar.
Selama proses pemeriksaan berlangsung, sebagian pemda terkait telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan menyetor ke kas daerah sebesar Rp121,89 miliar.
(Baca: Masalah Tapera, Simpanan Tertahan dan Pembiayaan Tak Tepat Sasaran)