Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 128 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 242 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (19/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 128 titik panas terdeteksi, 4 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 118 titik skala sedang, dan 6 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 10 Negara dengan Gempa Bumi Terbanyak 2023, Indonesia Pertama)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tenggara sebanyak 32 titik. Nusa Tenggara Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 18 titik. Nusa Tenggara Timur berada di posisi ketiga sebanyak 16 titik panas.
Sebanyak 12 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Maluku menyusul dengan 10 titik panas, serta Papua Barat dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 10 dan 8 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Gempa Bumi Berkekuatan 4.5 M Guncang 14 Km Utara Dari San Carlos,)