Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan tingkat kemiskinan Indonesia di kisaran 6,5%-7,5% pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Pemerintah menyebut bahwa kemiskinan, yang juga dampak krisis serta Covid-19, ditanggulangi dengan memperkuat aliran perlindungan sosial. Pemerintah mengklaim upaya itu berjalan cukup baik.
"Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan pada 2022 dan 2023 (per Maret) yang tercatat telah menurun kembali ke level digit tunggal masing-masing menjadi sebesar 9,54% dan 9,36%," demikian dikutip dari laporan Nota Keuangan 2024.
(Baca juga: Anggaran Perlinsos Rp493,5 T dalam RAPBN 2024, Fokus Hapus Kemiskinan Ekstrem)
Jika dilihat secara tren empat tahun sebelumnya, persentase kemiskinan Indonesia tertinggi terjadi pada 2020 yang sebesar 10,19%. Diketahui, tahun tersebut adalah awal Covid-19 mewabah sehingga aktivitas fisik dan ekonomi dibatasi secara masif demi memutus penularan virus.
Selanjutnya pada 2021, angkanya menurun menjadi 9,71%. Tingkat kemiskinan menurun lagi pada 2022 yang sebesar 9,57%.
Pada 2023, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di kisaran 7,5%-8,5%. Sementara pada 2024 kemsikinan ditargetkan menurun lagi di kisaran 6,5%-7,5%.
Data kemiskinan terakhir
Sementara itu, data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36%. Angka ini menurun 0,21 poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 poin terhadap Maret 2022.
Garis kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458/kapita/bulan. Komposisinya, garis kemiskinan makanan sebesar Rp408.522 atau 74,21% dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp141.936 atau 25,79%.
Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga.
"Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657/rumah tangga miskin/bulan," tulis BPS dalam lamannya, Senin (17/7/2023).
(Baca juga: Penduduk Miskin Indonesia Berkurang pada Maret 2023, Terendah sejak Pandemi)