Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 431 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 525 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (29/8/2024) pukul 16.16 WIB. Dari 431 titik panas terdeteksi, 13 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 401 titik skala sedang, dan 17 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: 55 Bencana Terjadi pada Tengah September 2023, Karhutla Mendominasi)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Papua Selatan sebanyak 69 titik. Sumatera Selatan menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 60 titik. Nusa Tenggara Timur berada di posisi ketiga sebanyak 52 titik panas.
Sebanyak 49 titik panas terdeteksi di Jawa Timur, Sulawesi Selatan menyusul dengan 36 titik panas, serta Kalimantan Timur dan Maluku Utara masing-masing memiliki 17 dan 17 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kalimantan Barat Hasilkan Emisi CO2 dari Karhutla Terbanyak sampai Juli 2023)