Krisis Air dan Pembalut, Perempuan Palestina Pilih Telan Pil Penunda Menstruasi

Layanan konsumen & Kesehatan
1
Erlina F. Santika 05/11/2023 13:00 WIB
Kondisi dan Akses Pembalut/Alat Penanganan Menstruasi Perempuan di Palestina (2021)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) menyebut, belum seluruh perempuan di Palestina mendapat akses pembalut atau bahan layak lainnya untuk menangani menstruasi.

Laporan Children in the State of Palestine yang dipublikasikan 2021 menunjukkan, baru 78,8% perempuan Palestina menggunakan bahan yang layak atau sesuai saat menstruasi dan memiliki akses ke tempat pribadi untuk mencuci dan berganti pakaian di rumah.

Sementara itu, sebanyak 13,9% perempuan biasanya tidak berpartisipasi di kegiatan sosial, sekolah, atau tempat kerja, karena menstruasi yang mereka alami.

Atas temuan tersebut, UNICEF melihat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di kalangan gadis, terutama yang bersekolah di Palestina.

"Penyadaran tentang bahan dan kebersihan menstruasi, serta promosi kebersihan," kata UNICEF memberikan rekomendasi dalam laporan tersebut.

Menstruasi erat kaitannya dengan air dan sanitasi. Dalam laporan yang sama disebutkan, hanya 59,4% rumah tangga punya sanitasi yang berada di tempat tinggalnya sendiri. Sedangkan 22,1% rumah tangga lainnya memiliki sanitasi di lahan atau pekarangan mereka.

Kondisi ini makin buruk setelah penyerangan Israel terhadap Palestina pada 8 Oktober 2023. Menurut laporan Al Jazeera yang ditulis CNBC Indonesia, perempuan Palestina terpaksa mengonsumsi tablet norethisterone, obat yang biasanya diresepkan untuk menangani perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri menstruasi.

Menurut Dr Walid Abu Hatab, konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan Kota Khan Younis, tablet tersebut berfungsi menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga bisa menunda menstruasi.

Obat ini memang legal, tetapi memiliki efek samping yang cukup serius, seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, pusing, perubahan mood, hingga perubahan siklus menstruasi.

Pilihan ini terpaksa diambil sebab langkanya pembalut dan krisis air yang melanda selama Palestina dibombardir Israel.

Berdasarkan pengakuan warga, Salma Khaled, banyak toko dan apotek yang kekurangan stok pembalut. Ini karena jalan utama di Jalur Gaza yang rusak setelah dibom Israel membuat pengiriman produk medis dari gudang ke apotek menjadi jauh lebih sulit. Justru obat penunda menstruasi yang umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang dibeli warga.

(Baca juga: Israel Potong Sumber Air, Hidup Warga Palestina Makin Buruk)

Data Populer
Lihat Semua