Hasil penilikan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, lebih banyak warga Indonesia yang menilai kondisi penegakan hukum di negara ini buruk pada Oktober 2023.
Proporsi buruk itu dipilih 36,1% responden. Rinciannya sangat buruk sebesar 10,4% dan buruk 25,7%.
Sementara responden yang menilai baik sebesar 28,1%. Rinciannya sangat baik sebesar 2,6% dan baik sebesar 25,5%.
Terdapat responden yang menjawab sedang sebesar 29,1%, sedangkan yang menjawab tidak tahu/tidak jawab (TT/TJ) sebanyak 6,7%.
"Lebih banyak yang menilai keadaan penegakan hukum pada umumnya sekarang buruk/sangat buruk, 36,1%, dibanding baik/sangat baik 28,1%, sementara 29,1% menilai sedang, dan 6,7% tidak menjawab," tulis LSI dalam laporannya.
Buruknya penegakan hukum juga ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Dia menyebut bahwa aparat penegak hukum di Indonesia sudah rusak dan menjadi tempat terjadinya praktik mafia serta kolusi.
Melansir Kompas.com, pernyataan Mahfud disampaikan saat dirinya ditanya upaya reformasi hukum yang akan dilakukan bila terpilih menjadi wakil presiden. Diketahui, Mahfud merupakan bakal calon wakil presiden (cawapres) yang mendampingi bakal capres Ganjar Pranowo.
"Di tempat kita itu aparat penegak hukum yang rusak, aparat penegak hukum itu kan ada jaksa, hakim, polisi, pengacara. Nah, di sini sering terjadi mafia, sering terjadi kolusi," kata Mahfud di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023).
Mahfud menambahkan, pelanggaran hukum, korupsi, dan kolusi terjadi hampir di semua lapisan saat ini. Aparat penegak hukum sendiri kerap terlibat praktik jual beli dan konflik kepentingan di pemerintahan.
Ia pun menjelaskan bahwa ada tiga aspek utama hukum yang harus dipastikan benar, yakni aturan, aparat, dan budaya atau perilaku masyarakat.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini meyakini bahwa aturan hukum yang saat ini berlaku sudah cukup baik, meskipun masih ada yang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu pun bisa dilakukan secara perlahan.
Survei LSI melibatkan 1.229 responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/selular, sekira 83% dari total populasi nasional.
Sampel diambil menggunakan teknik pembangkitan nomor telepon secara acak atau random digit dialing (RDD), telah divalidasi dan melalui proses screening.
Pengambilan data dilakukan pada 16-18 Oktober 2023 menggunakan metode wawancara melalui telepon. Survei ini memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekira 2,9% dan tingkat kepercayaan 95%, asumsi simpel random sampling.
(Baca juga: Siapa Tokoh yang Dinilai Mampu Perjuangkan Penegakan Hukum dan HAM?)