Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyebut, kekerasan berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjadi salah satu dari tujuh isu kerawanan pemilihan umum (pemilu) dalam subdimensi keamanan yang banyak ditemukan di tingkat provinsi.
Koodinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Lolly Suhenty menyebut, potensi kerawanan tersebut ditemukan di 6 provinsi Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi yang paling rawan isu politisasi SARA dengan perolehan skor maksimal 100 poin.
Kemudian Maluku Utara berada di peringkat kedua, dengan perolehan skor 77,16 poin. D.I Yogyakarta yang mengekor di urutan ketiga sebagai provinsi yang rawan politisasi SARA, dengan skor 14,81 poin.
Lalu diikuti oleh Papua Barat dengan skor 14,81 poin, Jawa Barat 12,35 poin, dan Kalimantan Barat 7,14 poin.
"Inilah enam provinsi paling rawan, kalau kita bicara soal isu politisasi SARA," kata Lolly dalam acara Launching Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024: Isu Strategis Politisasi SARA, Selasa (10/10/2023).
Lolly juga menjelaskan, ada empat indikator yang digunakan dalam pemetaan kerawanan di isu politisasi SARA. Mulai kekerasan berbasis sara, penolakan calon berdasarkan alasan SARA, hingga kampanye di media sosial dan di tempat umum yang bermuatan SARA.
Untuk itu, Bawaslu mengajak semua pihak baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota, untuk berlokaborasi mencegah politisasi SARA di Pemilu 2024 mendatang.
"Upaya pencegahan yang baik yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi dengan berbagai pihak terkait yang bertujuan mencegah melakukan politisasi SARA," papar Lolly.
(Baca juga: 10 Provinsi Rawan Pelanggaran Netralitas ASN pada Pemilu 2024)