Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun masukan atau input energi alam tak terbarukan sepanjang 2017-2021.
Energi alam tak terbarukan itu terdiri dari batu bara, minyak bumi, hingga gas alam. Dari ketiga energi itu, BPS menyebut input batu bara menyumbang paling banyak.
Pada 2017, inputnya sebesar 12.362 petajoule (pj). Kemudian pada 2018 angkanya meningkat cukup signifikan, yakni 14.957 pj. Selanjutnya pada 2020, inputnya bertambah menjadi 15.527 pj.
Namun pada 2020, input mineral hitam ini menurun cukup besar, yakni menjadi 14.258 pj. Setahun setelahnya, meningkat lagi menjadi 15.373 pj.
"Sebagian besar input energi alam di Indonesia berasal dari sumber daya batu bara, yang senantiasa menyumbang sekitar 71-75% input energi alam di Indonesia selama tahun 2017-2021," tulis BPS dalam laporan Neraca Arus Energi dan Neraca Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia.
Input terbanyak kedua setelah batu bara adalah gas alam. Pada 2017, inputnya sebesar 2.497 pj. Setahun berikutnya meningkat menjadi 2.541 pj.
Pada 2019, energi ini menurun menjadi 2.374 pj. Lalu pada 2020 justru mengalami kenaikan menjadi 2.462 pj. Pada 2021, capaiannya turun tipis menjadi 2.452 pj.
Terakhir, minyak bumi, mencatatkan input sebesar 1.944 pada 2017. Setelahnya, 2018, inputnya menurun menjadi 1.885 pj.
Pada 2019, volumenya menurun lagi menjadi 1.809 pj. Lalu pada 2020 dan 2021 kompak turun dengan volume masing-masing 1.26 pj dan 1.611 pj.
Minyak bumi jadi energi tidak terbarukan yang mengalami penurunan input setiap tahunnya.
"Sumber daya gas alam dan minyak bumi masing-masing memiliki kontribusi sekitar 8%-14% dari total input energi alam di Indonesia," tulis BPS dalam laporannya.
Adapun total input energi alam tidak terbarukan adalah 16.803 pj pada 2017; 19.383 pj pada 2018; 19.710 pj pada 2019; 18.446 pj pada 2020; dan 19.437 pada 2021.
(Baca juga: Stok Batu Bara RI Habis 62 Tahun Lagi, Umur Migas Lebih Pendek)