Menurut laporan International Renewable Energy Agency (IRENA) dan International Labour Organization (ILO), jumlah pekerja energi terbarukan di seluruh dunia sudah mencapai 12,7 juta orang pada 2021.
Lapangan kerja bidang energi terbarukan global juga tercatat mengalami pertumbuhan 73% selama periode 2012-2021.
"Tren ketenagakerjaan ini dibentuk oleh banyak faktor, termasuk biaya, investasi, dan berbagai langkah kebijakan untuk mengembangkan energi terbarukan," kata ILO dalam laporan Renewable Energy and Jobs: Annual Review 2022.
Sektor energi terbarukan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah energi surya fotovoltaik, dengan rincian jumlah pekerja seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Energi Surya Dominasi Pembangkit Listrik Global pada 2030)
Pembangkit energi surya fotovoltaik secara global memang memiliki kapasitas paling besar dibanding energi terbarukan jenis lainnya. Tak heran, lapangan kerja di sektor ini juga menjadi yang terluas.
Pada 2021 kapasitas terpasang pembangkit energi surya fotovoltaik di seluruh dunia mencapai 132,8 gigawatt (GW), sedangkan energi angin 93,1 GW, energi air 18,7 GW, bioenergi 10,3 GW, dan energi terbarukan lain-lainnya 1,7 GW.
Negara yang memiliki kapasitas energi surya fotovoltaik terbesar pada 2021 adalah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brasil, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Spanyol dan Belanda. Namun, sekitar 96% teknologinya diproduksi oleh Tiongkok.
"Sebagian besar manufaktur teknologi surya global berlokasi di Tiongkok, didukung insentif pemerintah serta penelitian dan pengembangan yang kuat. Sedangkan negara pengguna energi surya seperti Jerman, Brasil, India, dan Amerika Serikat adalah pengimpor," ungkap IRENA.
Menurut data IRENA dan ILO, dari seluruh pekerja sektor energi terbarukan global, sebanyak 42% berada di Tiongkok, kemudian di Uni Eropa 10%, Brasil 10%, Amerika Serikat 7%, dan India 7%.
(Baca: Energi Surya Jadi Andalan Banyak Negara untuk Mitigasi Perubahan Iklim)