Menurut laporan terbaru IQAir, Indonesia merupakan negara dengan kualitas udara paling buruk di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Konsentrasi PM2,5 di Indonesia pada 2021 tercatat sebesar 34,3 mikrogram per meter kubik (μg/m3).
Meski konsentrasi PM2,5 yang dihasilkan paling besar di Asia Tenggara, tetapi kualitas udara di Tanah Air pada 2021 masih lebih baik atau PM2,5 yang dihasilkan turun 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2020, konsentrasi PM2,5 di Indonesia mencapai 40,7 μg/m3.
Myanmar menempati posisi kedua dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 25,9 μg/m3. Berikutnya ada Vietnam dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 24,7 μg/m3.
Di urutan selanjutnya ada Laos dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 21,5 μg/m3. Diikuti Thailand dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 20,2 μg/m3, dan Kamboja 19,8 μg/m3.
Laporan IQAir menunjukkan bahwa level PM2,5 di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2021 turun 5% dibandingkan tahun 2020. Penurunan ini didorong oleh enam negara yang mencatatkan penurunan konsentrasi PM2,5 dengan penurunan tertinggi terjadi di Indonesia.
Adapun, tiga negara dengan konsentrasi PM2,5 terendah ditempati oleh Malaysia dengan 19,4 μg/m3, Filipina 15,6 μg/m3, dan Singapura 13,8 μg/m3. Ketiga negara tersebut justru mencatatkan peningkatan konsentrasi PM2,5 yang signifikan, yakni masing-masing 4%, 22%, dan 17% dibandingkan tahun 2020.
IQAir mencatat, pertumbuhan penduduk yang cepat dan pembangunan ekonomi menjadi faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas udara yang buruk di Asia Tenggara. Pembakaran fosil merupakan kontributor PM2,5 terbesar di Asia Tenggara.
Sumber PM2,5 lainnya berasal dari daerah perkotaan yang meliputi konstruksi, emisi industri, dan transportasi. Sementara, sumber emisi PM2,5 di pedesaan termasuk praktik pembakaran terbuka yang digunakan untuk mengelola lahan pertanian dan membuka/mengelola hutan.
(Baca Juga: Riset KIC-Nafas: Polusi Udara di Jabodetabek Meningkat saat PPKM)