Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bentuk kekerasan psikis yang paling banyak ditemukan pada anak dan remaja usia dibawah 18 tahun di Riau adalah sering dibanding-bandingkan dengan anak lain. Persentasenya mencapai 22,86% dalam periode waktu setelah pandemi Covid-19.
Persentase tersebut menurun dibandingkan periode sebelum pandemi Covid-19. Tercatat, proporsi anak dan remaja di Riau yang mengalami kekerasan psikis sering dibanding-bandingkan dengan anak lain sebelum pandemi Covid-19 mencapai 27,62%.
Anak dan remaja di Riau yang mengalami kekerasan psikis sering dikritik, diremehkan, direndahkan harga dirinya secara berulang-ulang pada periode setelah pandemi Covid-19 sebesar 18,10%. Angka itu juga turun dibandingkan periode sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 24,76%.
Sebanyak 10,48% anak dan remaja di Riau mengalami kekerasan psikis sering dibentak-bentak pada periode setelah pandemi Covid-19, turun dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 17,14%. Sering dipermalukan di depan orang lain/umum juga menjadi kekerasan psikis yang dialami 6,67% anak dan remaja Riau pada periode setelah pandemi Covid-19, persentasenya pun turun dari periode sebelumnya 7,62%.
Bentuk kekerasan psikis lainnya yang dialami oleh anak dan remaja Riau pada periode setelah pandemi Covid-19, yaitu sering diabaikan/ditelantarkan, atau ditinggalkan tanpa pengawasan dan dipenuhi kebutuhannya sebesar 6,67%, dipaksa untuk terlibat dalam kegiatan kriminal 4,76%, dan bentuk perlakuan lainnya sebesar 5,71%.
Adapun, mayoritas atau 22,86% anak dan remaja di Riau mengalami kekerasan psikis dilakukan oleh orang tua kandung. Penyebab utama orang tua kandung melakukan kekerasan psikis kepada anaknya lantaran anak dinilai pemalas, nakal, tidak menurut, dengan persentase 21,90%.
BPS melakukan survei pengalaman hidup anak dan remaja provinsi Riau sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 dengan menggunakan metode daring pada 8-30 Juni 2021. Survei ini melibatkan 313 responden, tetapi hanya 133 responden anak usia dibawah 18 tahun yang mengisi survei dan hanya 105 responden yang datanya lengkap sehingga dapat dilakukan analisis lanjutan.
(Baca: 1.427 Kasus Kekerasan Anak Terjadi di Jawa Tengah pada 2020)