Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi virus corona Covid-19 berdampak terhadap kredit perbankan. Ini tercermin dengan masih tingginya risiko kredit (loan at risk/LaR) perbankan sebesar 22,67% hingga akhir kuartal II-2021.
Secara rinci, LaR dari kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) bruto sebesar 3,24%. LaR dari restrukturisasi kredit kolektibilitas 1 tercatat sebesar 14,03%.
LaR dari restrukturisasi kredit kolektibilitas 2 sebesar 3,29%. Sementara, LaR yang berasal dari kredit kolektibilitas 2 non-restrukturisasi sebesar 2,1%.
Risiko kredit tercatat mulai meningkat sejak kuartal I-2020 dengan LaR sebesar 11,6%. Angkanya melonjak menjadi 20,66% pada kuartal II-2020 dan mencapai puncaknya sebesar 23,38% pada paruh ketiga tahun lalu.
Walau demikian, risiko kredit mulai menurun menjadi 23,38% pada kuartal IV-2020. Angkanya pun kembali berkurang menjadi 23,29% pada kuartal I-2021 dan 22,67% pada kuartal II-2021.
Guna meredam terjadinya lonjakan kredit bermasalah, pemerintah memberikan kelonggaran kepada para debitur dalam merestrukturisasi kredit. Pada kuartal II-2021, restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 1.066 triliun atau 19,1% dari totalnya. Pada akhir 2019 atau sebelum pandemi corona, restrukturisasi kredit hanya Rp 300 triliun atau 5,34%.
Nilai restrukturasi kredit pada kuartal II-2021 mengalami kenaikan 22,32% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Jika dibandingkan pada kuartal sebelumnya (quarter to quarter/q-to-q), nilai tersebut tercatat menurun 2,49%.
(Baca: Penyaluran Kredit Perbankan Tumbuh Melambat pada Juli 2021)