Minyak goreng bekas adalah potensi bahan baku biodiesel. Selama ini minyak goreng bekas atau sering disebut minyak jelantah hanya dianggap sebagai limbah dan dibuang secara percuma. Padahal limbah rumah tangga tersebut adalah bahan baku yang memiliki nilai ekonomi untuk bahan bakar mesin diesel rendah karbon yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Intensitas emisi dari biodiesel berbasis minyak jelantah atau used cooking oil ini berkisar 16,89 gCO2e/MJ yang setara dengan 0,56 kgCO2e/L. Nilai dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh California Air Resources Board tersebut sudah termasuk dengan semua proses produksi dan transportasi. Meski demikian, perhitungan ini belum memasukkan unsur perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung atau Indirect Land Usage Conversion.
Berdasarkan riset The International Council on Clean Transportation (ICCT), Indonesia memiliki potensi minyak jelantah mencapai 157 juta liter yang berasal dari restoran, hotel, dan sekolah di perkotaan. Jumlah tersebut setara dengan 3% produksi biodiesel di Indonesia per tahun. ICCT bahkan memperkirakan potensi minyak jelantah yang dikumpulkan dari rumah tangga perkotaan bisa lebih banyak yakni mencapai 1.638 juta liter atau setara 32% produksi biodiesel di tanah air.
Pemerintah Kota Administasi Jakarta Selatan bersama dengan Yayasan Sosial Rumah Kutub melakukan kampanye Program Kampung Tersenyum (Terima Sedekah Minyak untuk Mereka), yaitu aksi pengumpulan minyak goreng bekas, salah satunya di Kelurahan Gandaria Selatan Kecamatan Cilandak. Bentuk aksinya adalah melakukan “jemput bola” pengumpulan minyak jelantah dari rumah tangga dan pelaku usaha kuliner yang dikoordinasi oleh para Ketua RT setempat.