Dalam rancangan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 5,4-6,1 persen. Angka ini lebih tinggi dari target 2017 sebesar 5,1 persen. Sejak 2000, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi tercatat pada 2011, yakni mencapai 6,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan untuk dapat mencapai target sebesar itu, penanaman modal asing (PMA) maupun domestik (PMDN) harus tumbuh di atas 20 persen. Selain itu, berbagai sektor ekonomi seperti kredit perbankan, belanja modal Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta perusahaan yang masuk ke bursa juga harus meningkat. Semua mesin pertumbuhan harus berjalan, kalau tidak maka daya dorong ekonomi tentu akan berkurang. Untuk mencapai pertumbuhan hingga 6,1 persen pemerintah tidak bisa mengandalkan pembiayaan hanya dari APBN.
Dalam rancangan itu, inflasi ditargetkan di kisaran 2,5-4,5 persen, nilai tukar rupiah dalam rentang Rp 13.600-13.900 per dolar Amerika Serikat. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara sebesar 4,8-5,8 persen lalu harga minyak di kisaran US$ 45-60 per barel. Untuk lifting minyak sebesar 771-815 ribu barel per hari serta lifting gas 1.194-1.235 barel setara minyak per hari.