Serangan digital di Indonesia semakin tinggi selama 2021, berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Setidaknya ada 193 insiden serangan digital pada tahun lalu, terbanyak melalui WhatsApp dan Instagram.
Jumlah serangan digital naik 38% dari tahun sebelumnya. Pada 2020, ada 147 kasus serangan digital yang tercatat.
Dilihat jumlah korbannya, serangan siber menimpa aktivis sebanyak 50 insiden, warga biasa 34 insiden, dan mahasiswa 27 insiden. Kemudian serangan digital yang menimpa jurnalis dan media sebanyak 25 insiden.
Menurut Koordinator Cekfakta.com, Adi Marsela, dalam webinar Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Senin (28/3/2022), pemeriksa fakta yang dilakukan jurnalis memiliki kerentanan serangan digital tinggi.
Kendati, serangan digital tak hanya mengancam para pemeriksa fakta atau jurnalis, tetapi seluruh warga negara. Ini terjadi lantaran ada aturan hukum yang memungkinkan orang untuk melaporkan orang lain atas aktivitas di media sosial terkait kebebasan berekspresi.
"Meskipun kebebasan berekspresi itu secara undang-undang sudah menjadi hak kita sebagai warga negara, tetapi selama masih ada aturan di KUHP seperti pencemaran nama baik kemudian ada juga aturan di UU ITE, saya pikir itu tetap menjadi ancaman kita semua yang ada di Indonesia", tambah Adi.
Adapun, peretasan (hack) menjadi metode serangan digital yang paling banyak terjadi dengan 136 insiden. Kemudian disusul serangan doxing dengan 24 insiden, pembobolan data, dan serangan dalam bentuk lain masing-masing 14 insiden, impersonasi 9 insiden, dan phishing 6 insiden.
(Baca Juga: Investasi Keamanan Siber di AS Naik 4 Kali Lipat pada 2021)