Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ada 266 kasus kejahatan terkait produk pangan olahan sepanjang 2023.
Dari total kasus yang ditemukan, mayoritas atau 63,5% berupa produk tanpa izin edar.
Kemudian 22,6% kasus berupa produk pangan olahan yang melewati batas kedaluwarsa, dan 13,9% terkait produk yang mengandung bahan berbahaya.
Provinsi yang paling rawan kejahatan produk pangan olahan pada 2023 adalah Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Aceh.
Berbagai kejahatan di atas bisa menimbulkan kasus keracunan. Namun, BPOM menyatakan, kejadian luar biasa terkait keracunan pangan (KLB-KP) belum banyak dilaporkan di Indonesia, sehingga data yang tersedia belum menggambarkan kondisi sebenarnya.
Berdasarkan data yang terkumpul melalui Sistem Pelaporan Informasi Masyarakat Keracunan (SPIMKer) KLB-KP, pada 2023 mayoritas kasus keracunan pangan bersumber dari masakan rumah tangga (53%), gerai pangan jajanan keliling (18%), dan jasa boga (18%).
"Profil ini menunjukkan praktik pengolahan pangan oleh masyarakat konsumen serta pelaku usaha mikro atau kecil pangan olahan harus diperbaiki," kata Plt. Kepala BPOM Rizka Andalusia dalam siaran pers (4/7/2024).
"Penerapan praktik cara produksi yang baik pada seluruh tahapan pengolahan pangan merupakan salah satu titik kritis untuk mencegah pangan terkontaminasi dan menghindarkan masyarakat dari keracunan pangan," ujarnya.
BPOM menekankan perlunya edukasi yang efektif serta kolaborasi yang kuat untuk meningkatkan kesadaran akan keamanan pangan di seluruh lapisan masyarakat.
(Baca: BPOM Temukan 347 Ribu Tautan Obat dan Makanan Ilegal pada 2023 di Marketplace, Ini Jenisnya)