Masyarakat Dinilai Harus Terus Mengawal Implementasi RUU KUHAP

DPR RI mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna ke-8 pada Selasa (18/11/2025).

RUU ini sebelumnya sudah disetujui Komisi III DPR untuk dibawa ke pembahasan tingkat II di rapat paripurna pada Kamis (13/11/2025). 

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengklaim, sebagian besar RUU KUHAP merupakan hasil masukan masyarakat sipil. 

“Prinsipnya 100% lah, ya, mungkin 99,9% KUHAP baru ini merupakan masukan dari masyarakat sipil,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, diwartakan Katadata pada Selasa (18/11).

Sejalan dengan itu, Litbang Kompas melakukan survei terhadap pihak yang dinilai paling bertanggung jawab untuk memastikan agar RUU KUHAP tidak melanggar hak warga. 

Hasilnya, sebanyak 28,6% responden menilai bahwa masyarakat memiliki peran yang besar dalam hal tersebut. 

"Ini menandakan semakin kuatnya kesadaran publik terhadap risiko pelanggaran hak dalam proses perumusan undang-undang," tulis Litbang Kompas dalam laporannya, Senin (25/8/2025). 

Pihak yang dinilai bertanggung jawab berikutnya adalah pemerintah (26,3%), DPR (17,3%), Komnas HAM (12,2%), lembaga swadaya masyarakat atau LSM (4,3%), dan lainnya (2,5%). 

Survei ini melibatkan 512 responden dari 64 kota di 38 provinsi yang dipilih secara acak, sesuai proporsi penduduk di setiap provinsi. 

Pengambilan data dilakukan pada 14-17 Juli 2025 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,25% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

(Baca: Mayoritas Warga Indonesia Nilai Sosialisasi Revisi KUHAP Belum Cukup)