Data yang dirilis Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menunjukkan, ada 33,65 juta hektare (ha) wilayah adat yang sudah dipetakan dan didaftarkan ke BRWA hingga Agustus 2025.
Wilayah tersebut mencakup ribuan komunitas masyarakat adat dan 1.633 peta wilayah adat yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia.
Namun, dalam status tenurial, ada konsesi di wilayah adat yang tersebar ke empat kategori, dengan konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Alam (PBPH-HA) menjadi yang terluas.
(Baca: RI Termasuk Negara dengan Pembunuhan Aktivis Lingkungan Tertinggi 2024)
Sementara sisanya konsesi dalam kategori Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT), Izin Usaha Pertambangan (IU-Pertambangan), dan Hak Guna Usaha (HGU).
Berikut luas konsesi di wilayah adat berdasarkan kategorinya hingga Agustus 2025:
- PBPH-HA: 4,11 juta ha
- PBPH-HT: 1,59 juta ha
- HGU: 891.886 ha
- IU-Pertambangan: 756.928 ha
BRWA mengatakan, perkembangan pengakuan wilayah adat di Indonesia masih sangat lambat. Sebab, dari luas wilayah adat yang terpetakan baru 18,9% yang diakui secara hukum oleh negara.
“Tanpa pengakuan hukum, wilayah-wilayah itu tetap rentan terhadap ancaman ekspansi industri, konversi lahan, dan kebijakan pembangunan yang tidak sensitif terhadap hak dan sistem nilai masyarakat adat,” jelas BRWA.
Kepastian hukum dan perlindungan atas hak masyarakat adat dan wilayah adat diperlukan untuk mencegah dan mitigasi konflik tenurial baru di tengah geliat pembangunan.
“Hal itu juga yang memastikan keadilan sosial untuk masyarakat adat sebagai kelompok rentan dan memastikan keberlanjutan alam yang lestari untuk generasi masa depan,” kata BRWA.
Sebagai catatan, BRWA bukan lembaga yang melakukan kegiatan pemetaan partisipatif di wilayah adat. Peta-peta yang teregistrasi di BRWA hasil kerja masyarakat adat dan lembaga atau fasilitator pendamping pemetaan wilayah adat.
(Baca: Luas Wilayah Adat RI yang Terpetakan dalam BRWA Agustus 2025)