Masalah gizi pada bayi usia di bawah lima tahun (Balita) masih menjadi masalah kesehatan yang tergolong tinggi di Indonesia. Salah satunya masalah stunting.
Stunting adalah kondisi di mana anak tinggi di bawah standar menurut usia anak. Stunting ini merupakan salah satu indikator gagal tumbuh pada Balita akibat kekurangan asupan gizi kronis pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, yakni dari anak masih dalam bentuk janin hingga berusia 23 bulan.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi Balita stunting sebesar 24,4% pada 2021. Artinya, hampir seperempat Balita Indonesia mengalami stunting pada tahun lalu. Namun, demikian, angka tersebut lebih rendah dibanding 2020 yang diperkirakan mencapai 26,9%.
Pemerintah menargetkan stunting di Indonesia akan turun menjadi hanya 14% pada 2024. Agar dapat mencapai target tersebut, perlu upaya inovasi dalam menurunkan jumlah balita stunting 2,7% per tahunnya. Berikut ini kategori kelompok stunting:
- Rendah <20
- Medium 20-29,9
- Tinggi 30-39,9
- Sangat tinggi >=40
Sebagai informasi, terdapat 27 provinsi mengalami balita masalah gizi bersifat akut hingga kronis. Untuk itu diperlukan peningkatan pemantauan pertumbuhan Balita di Pos Layanan Terpadu (Posyandu) maupun di fasilitas kesehatan lainnya.
Presiden Joko Widodo dalam sambutan Hari Keluarga Nasional 2022 yang digelar di Kota Medan Sumatera Utara mengungkapkan, bahwa persentase stunting di Indonesia turun dari 37% pada 2013 menjadi 24,4% pada 2021. Namun, target 2024 sebesar 14%.
(Baca: Prevalensi Stunting Balita Indonesia Tertinggi ke-2 di Asia Tenggara)