Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah perceraian di Papua Barat akibat masalah ekonomi pada tahun 2024 sebanyak 63 kasus. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 8.7% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 69 kasus. Penurunan ini juga terlihat dari selisih nilai, yaitu berkurang 6 kasus dari tahun sebelumnya. Papua Barat menempati peringkat pertama di pulau Papua dan peringkat ke-25 secara nasional dalam jumlah perceraian akibat masalah ekonomi pada tahun 2024.
Jika dibandingkan dengan data historis, jumlah perceraian akibat masalah ekonomi di Papua Barat mengalami fluktuasi. Tahun 2019 tercatat 84 kasus, kemudian tidak ada data pada tahun 2020-2022, lalu menurun menjadi 69 kasus pada tahun 2023 dan kembali turun menjadi 63 kasus pada tahun 2024. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2023 dengan pertumbuhan 84% dibandingkan data terakhir yang tersedia di tahun 2019. Meskipun demikian, tahun 2024 mencatatkan penurunan signifikan yang sedikit lebih rendah.
(Baca: NPL Kredit Bank Umum Bulanan Data Bulanan Periode 2014-2025)
Rata-rata jumlah perceraian akibat masalah ekonomi di Papua Barat selama tiga tahun terakhir (2019, 2023, 2024) adalah sekitar 72 kasus. Dibandingkan rata-rata ini, tahun 2024 menunjukkan kondisi yang lebih baik dengan jumlah perceraian lebih rendah. Data lima tahun terakhir (dengan catatan adanya kekosongan data tahun 2020-2022) menunjukkan bahwa penurunan pada tahun 2024 merupakan yang paling rendah dalam periode tersebut.
Dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Papua, Papua Barat menduduki peringkat pertama dengan 63 kasus. Secara nasional, Papua Barat berada di peringkat ke-25. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Maluku Utara memiliki pertumbuhan tertinggi dengan persentase sebesar 470% akibat perceraian masalah ekonomi.
Anomali terlihat pada kekosongan data selama tiga tahun (2020-2022). Ketidaktersediaan data ini menyulitkan untuk menganalisis tren secara komprehensif. Namun, penurunan pada tahun 2024 setelah adanya lonjakan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perceraian di Papua Barat sangat dinamis dan mudah berubah.
Bengkulu
Bengkulu, dengan jumlah perceraian akibat masalah ekonomi mencapai 57 kasus, menempati peringkat ke-10 di pulau Sumatera. Pertumbuhan Bengkulu dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi, dengan penurunan signifikan pada tahun terakhir. Nilai tahun terakhir menempatkan Bengkulu pada posisi yang relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera, dengan pertumbuhan mencapai 470% secara pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya.
(Baca: Top 10 Tiktokers dengan Follower Terbanyak 14 Jun 2025)
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah mencatatkan 97 kasus perceraian akibat masalah ekonomi. Provinsi ini menduduki peringkat ke-2 di pulau Sulawesi dengan kenaikan tertinggi 24.36% dalam lima tahun terakhir. Angka ini menunjukkan bahwa Sulawesi Tengah mengalami peningkatan kasus perceraian yang cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara berada di peringkat ke-3 di pulau Sulawesi dengan 69 kasus perceraian akibat masalah ekonomi. Meskipun berada di urutan ketiga, pertumbuhan kasus di provinsi ini cukup stabil dibandingkan provinsi lain di Sulawesi. Nilai ini menunjukkan bahwa faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi perceraian di Sulawesi Tenggara relatif konsisten.
Sulawesi Utara
Dengan 63 kasus, Sulawesi Utara menempati peringkat ke-4 di pulau Sulawesi. Provinsi ini mengalami penurunan jumlah perceraian akibat masalah ekonomi, menunjukkan adanya perbaikan dalam kondisi ekonomi atau faktor-faktor lain yang memengaruhi stabilitas rumah tangga. Penurunan ini menjadi sinyal positif bagi Sulawesi Utara.
Maluku Utara
Maluku Utara mencatat 57 kasus perceraian akibat masalah ekonomi, menempatkannya di peringkat pertama di pulau Maluku. Pertumbuhan kasus perceraian di provinsi ini sangat signifikan, yaitu 470% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tajam ini mengindikasikan adanya masalah ekonomi serius yang berdampak besar pada stabilitas keluarga di Maluku Utara.