Candi Borobudur merupakan salah satu objek wisata Indonesia yang telah mendunia. Bangunan yang dibangun sejak abad ke-9 ini merupakan salah satu cagar budaya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Berdasarkan hasil survei Katadata Insight Center (KIC), terdapat sejumlah alasan Candi Borobudur perlu dirawat dan dijaga.
“Menjaga kelestarian budaya merupakan yang paling banyak dipahami sebagai alasan Candi Borobudur perlu dirawat dan dijaga,” kata KIC dalam laporannya. Mayoritas atau sebanyak 92% responden mengatakan alasan tersebut.
Selanjutnya, alasan Candi Borobudur perlu dirawat dan dijaga yaitu karena bangunan tersebut merupakan ikon sejarah oleh 84% responden. Kemudian, masing-masing 60% responden yang beralasan karena untuk memperpanjang usia candi dan sebagai tempat ibadah.
Ada pula 53% responden yang mengatakan alasan Candi Borobudur perlu dirawat dan dijaga karena agar wisatawan menjadi lebih nyaman. Sisanya, sebanyak 12% responden mengatakan alasan lainnya, sedangkan 0,2% responden mengatakan tidak tahu alasannya.
(Baca: Imbas Pandemi Covid-19, Pengunjung Candi Borobudur Merosot Tajam pada 2020)
Sebelumnya, PT Taman Wisata Candi Borobudur sempat melakukan uji coba pemberian akses naik ke candi dengan kapasitas terbatas pada Februari 2023 lalu. Jumlah pengunjung yang naik ke candi semula yaitu sebanyak 50.000-60.000 orang per hari, lalu menjadi 1.200 orang per hari.
Selain itu, ada pula rencana kenaikan tarif naik ke candi pada periode yang sama yaitu seharga Rp 100.000-Rp150.000 (domestik) dan Rp 500.000 (asing). Meski demikian, penentuan tarif tersebut kini masih dalam tahap kajian.
Adapun pembatasan akses dan rencana kenaikan tarif ke Candi Borobudur dilakukan karena kondisi candi yang semakin rapuh. Hal ini terjadi akibat penurunan dan pengikisan candi, perilaku wisatawan yang tidak bertanggung jawab seperti pencurian dan vandalisme, serta tantangan alam berupa perubahan iklim, erupsi, dan gempa bumi.
Survei KIC dilakukan terhadap 1.648 responden di pulau Jawa dan 543 responden di luar Jawa. yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan proporsi responden perempuan 56% dan laki-laki 44%.
Lebih dari separuh responden berada di Pulau Jawa (75%) dan Sumatra (14%). Proporsi responden yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua di rentang 1%-5%.
Responden berasal dari kelompok usia 18-56 tahun. Sebagian besar responden berasal dari kelompok usia Gen Y (52%), diikuti kelompok gen Z (25%) dan gen X (23%).
Mayoritas responden berprofesi sebagai karyawan swasta (25%) dengan tingkat pendidikan tamat D4/S1 (41%). Rerata pengeluaran responden terbanyak yaitu di kelompok SES DE atau kurang dari Rp2 juta per bulan (38%).
Adapun survei dilakukan pada 21 Maret-18 April 2023 menggunakan metode online survei.
(Baca: Ini Harga Tiket Masuk Kawasan Borobudur yang Baru Disahkan Sri Mulyani, Turis Asing Kena 200%)