Institute for Essential Services Reform (IESR) menghimpun data adopsi kendaraan listrik di Indonesia yang meningkat beberapa tahun terakhir. Tim menyebut, pada 2022 saja, jumlah kendaraan motor listrik (E2W) dan mobil listrik (E4W) masing-masing meningkat 5-4 kali lipat dibandingkan 2021.
Meski tumbuh pesat pada 2022, tim riset menyebut tingkat adopsi kendaraan listrik masih jauh dari Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen negara di dalam Paris Agreement alias Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi dari transportasi.
Ada beberapa kendala yang didapatkan dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Ini berdasarkan survei yang dihimpun oleh IESR.
Pertama, sulitnya menemui stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang dipilih 71,2% responden. Kedua, harga kendaraan listrik atau perawatan yang mahal juga menjadi perhatian 62% responden.
"Sebagian besar E2W berharga lebih dari Rp25 juta, sementara mayoritas sepeda motor yang dijual di Indonesia harganya kurang dari Rp 20 juta. Kesenjangan tersebut bahkan lebih terasa untuk E4W yang sebagian besar harganya lebih dari Rp600 juta, sementara mayoritas ICEV 4W dijual kurang dari Rp300 juta," tulis tim riset dalam laporannya.
Jarak berkendara yang terbatas menjadi alasan hambatan ketiga, dengan proporsi hingga 52%. Di urutan keempat, ada sulitnya pergantian baterai dan operasional lainnya yang dipilih 46,6% responden.
"Selain itu, durasi pengisian daya yang lama, performa yang rendah, dan jangkauan perjalanan kendaraan listrik yang terbatas juga dianggap sebagai hambatan," kata tim riset. Proporsinya seperti terlihat pada grafik di atas.
Tim juga melihat sisi lainnya, yakni persepsi konsumen dan kurangnya pemahaman tentang kendaraan listrik juga menghambat adopsi kendaraan itu sendiri.
Survei ini termuat dalam laporan IESR yang bertajuk Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023. IESR belum menjelaskan lebih lanjut terkait detil survei tersebut.
(Baca juga: Hyundai Ioniq, Mobil Listrik Terlaris di Indonesia sampai April 2023)