Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 Indonesia mengimpor senjata militer senilai USD 59,8 juta.
Impor itu terdiri dari barang kode HS 93011000 (artileri atau senjata pelontar proyektil) senilai USD 14,4 juta.
Kemudian barang kode HS 93019000 (senjata militer lainnya, tidak termasuk artileri, peluncur roket, senjata penyembur api, pelontar granat, tabung peluncur torpedo, revolver, dan pistol) senilai USD 45,4 juta.
Nilai impor senjata Indonesia pada 2022 meningkat sekitar 39% dibanding 2021. Namun, nilainya belum seberapa dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Rekor paling tinggi tercatat pada 2014, di mana nilai impor senjata militer dengan kode HS 93011000 dan 93019000 totalnya mencapai USD 316,5 juta.
Secara kumulatif, selama periode 2014-2022 nilai impor senjata dengan dua kode HS tersebut sudah hampir satu miliar dolar, tepatnya USD 975,5 juta.
Jika dihitung dengan kurs saat ini (Rp 15.386 per USD), nilai impor senjata nasional dalam sembilan tahun pemerintahan Presiden Jokowi itu mencapai sekitar Rp 15 triliun.
Adapun pada awal 2023 Presiden Jokowi menegur TNI dan Polri agar mengurangi penggunaan produk impor. Pasalnya, kini industri lokal sudah bisa memproduksi sebagian kebutuhan militer, seperti senjata, peluru, serta sepatu dan seragam militer.
"Seragam militer kita bisa bikin dan ekspor ke semua negara, eh, malah beli dari luar negeri. Kalau yang canggih-canggih, silakan impor," kata Presiden Jokowi, dilansir Katadata.co.id, Rabu (15/3/2023).
(Baca: TNI Targetkan Modernisasi Senjata 70% hingga Akhir 2024)