Limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun adalah bagian dari limbah anorganik yang turut berkontribusi menyebabkan pencemaran lingkungan. Pada 2021, Indonesia menghasilkan timbulan limbah B3 mencapai 60 juta ton.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 banyak berasal dari sektor manufaktur. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan sebanyak 2.897 industri sektor manufaktur menghasilkan limbah B3 pada tahun lalu.
Kemudian, sektor prasarana menghasilkan limbah B3 yang berasal dari 2.406 industri. Lalu, sebanyak 2.103 industri sektor pertanian (agroindustri) menghasilkan limbah B3, dan sektor pertambangan energi dan migas menghasilkan limbah B3 sebanyak 947 industri.
KLHK mencatat dari 60 juta ton limbah B3 yang dihasilkan, potensi yang dapat dimanfaatkan berdasarkan persetujuan teknis adalah sebesar 48,6 juta ton. Artinya, potensi pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkan pada tahun lalu mencapai 80,93%.
Kendati demikian, dalam laporan KLHK limbah B3 yang telah dimanfaatkan baru 13,26 juta ton atau 22,5%. Angka tersebut masih tergolong rendah, sehingga pemanfaatan limbah B3 masih belum dimanfaatkan dengan maksimal.
Pemanfaatan limbah B3 di antaranya sebagai bahan bakar dan bahan baku. Tercatat, sebanyak 465,2 ribu ton per tahun limbah B3 dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan nilai ekonomi sebesar Rp 538.462 per ton. Adapun, limbah B3 yang dimanfaatkan sebagai bahan baku mencapai 12,8 juta ton per tahun dengan nilai ekonomi Rp 1,64 juta per ton.
(10 Negara Penghasil Limbah Elektronik Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan Berapa?)