Menurut laporan S&P Global, skor Purchasing Managers Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia mencapai level 49,2 pada September 2024.
Kendati sedikit naik dibanding Agustus 2024, skornya masih di bawah 50, mengindikasikan kondisi industri manufaktur nasional yang lesu.
Sebagai catatan, PMI adalah indeks yang mencerminkan pertumbuhan industri secara bulanan. Indeks ini disusun dari hasil survei terhadap kalangan manajer dari ratusan sampel perusahaan.
Variabel yang disurvei meliputi pertumbuhan volume produksi, pesanan ekspor dan domestik, jumlah tenaga kerja, jangka waktu pengiriman pasokan, serta stok bahan yang dibeli setiap perusahaan.
Hasil surveinya kemudian diolah menjadi skor berskala 0-100. Skor PMI di bawah 50 mencerminkan adanya pelemahan atau kontraksi; skor 50 artinya stabil atau tidak ada perubahan; dan skor di atas 50 menunjukkan penguatan atau ekspansi dibanding bulan sebelumnya.
Indeks manufaktur Indonesia yang berada di zona kontraksi pada September 2024 dipengaruhi sejumlah faktor, salah satunya kebijakan efisiensi perusahaan.
"Kinerja sektor manufaktur Indonesia yang mengecewakan berkaitan dengan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu pada bulan September," kata Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, dalam siaran pers (1/10/2024).
"Perusahaan tentunya menanggapi dengan mengurangi aktivitas pembelian, menggunakan inventaris, melakukan pengetatan biaya, dan efisiensi operasi," lanjutnya.
Meski begitu, tim S&P Global mencatat pada September 2024 ada sedikit kenaikan lapangan kerja manufaktur dibanding bulan sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan diri perusahaan yang meningkat.
(Baca: Mayoritas KEK Indonesia untuk Industri Manufaktur)