Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) mencatat praktik penyelundupan senjata api di Papua sepanjang 2010-2022. Total yang terhimpun mencapai 56 pucuk senjata.
Selama rentang waktu tersebut, transaksi senyap banyak terjadi di tahun-tahun pandemi Covid-19. Pada 2021 dengan jumlah 18 pucuk senjata. Sementara pada 2020 mencapai 12 pucuk senjata.
Pelaku penyelundupan, pembeli atau penjual, pun beragam. Mulai warga sipil, aparat TNI/Polri, kelompok bersenjata hingga organisasi politik seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Beberapa dari mereka yang terlibat ada yang sudah diadili dan dibui.
Dalam transaksi ilegal itu, aparat atau pengadilan tak hanya mendapati pucuk senjata, tetapi juga amunisi hingga uang kontan.
"Dari 43 peristiwa, ada 86 orang yang putusan pengadilannya diketahui, sementara setidaknya 14 orang dari 7 peristiwa tidak terlacak proses hukumnya," tulis ALDP dalam laporan yang diterima Databoks, Senin (27/2/2023).
ALDP menyebut, dalam beberapa peristiwa penangkapan atau transaksi terdapat perbedaan jumlah barang bukti antara keterangan di persidangan dan yang diarsipkan di dalam data pengadilan itu sendiri, dengan jumlah yang diekspos di media massa.
Total barang bukti yang diperoleh dari keterangan dan lampiran barang bukti putusan pengadilan sebagai berikut:
- Senjata: 56 pucuk
- Peluru: 6.960 butir
- Uang: Rp9.154.800.000
Sementara total barang bukti apabila ditambahkan dengan data dari media massa dari beberapa kasus yang putusannya tidak terlacak, setidaknya:
- Senjata: 81 pucuk
- Peluru: 7.633 butir
- Uang: Rp9.164.800.000.
Data ini merupakan riset berbasis dokumen yang dihimpun ALDP dan dipublikasikan pada Senin (27/2/2023).
(Baca juga: Ini Jumlah Korban Jiwa Akibat Kasus Kekerasan hingga Konflik Bersenjata di Papua Sepanjang 2022)