Terdapat sejumlah negara yang diindikasikan minim praktik korupsi pada 2024. Ini bisa dilihat dari capaian skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang diterbitkan Transparency International (TI).
Denmark menempati posisi pertama dengan perolehan skor 90 dari 100 poin. Posisi Denmark ini sudah dipertahankan cukup lama, setidaknya selama enam tahun terakhir.
Urutan kedua ada Finlandia dengan perolehan 88 poin. Secara skor mengalami peningkatan sebanyak satu poin dari 2023, tetapi peringkatnya tidak berubah.
Sementara posisi ketiga ada Singapura dengan perolehan 84 poin. Naik dari sebelumnya sebesar 83 poin di posisi kelima. Capaian ini sekaligus menempatkan Singapura yang menjadi satu-satunya negara ASEAN dalam daftar tiga besar.
Selandia Baru menempati posisi keempat dengan skor 83. Turun dari 2023 yang menempati posisi ketiga dengan skor 85.
Sementara kelima ditempati oleh Luksemburg dengan nilai 81. Meski posisinya setara dengan Norwegia dan Swiss, Luksemburg ditempatkan di atas kedua negara tersebut karena mengalami peningkatan nilai dari 2023.
Berbeda dengan Nowegia dan Swiss yang skornya turun pada 2024, padahal masing-masing sempat mendapatkan 84 dan 82 pada 2023.
Sisanya ada Swedia, Belanda, dan Australia dalam daftar 10 besar. Dari jajaran teratas ini, seluruhnya merupakan negara kelompok maju.
(Baca juga: Ada Kenaikan Tipis dalam Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2024)
Indonesia sendiri berada di peringkat 99 dengan perolehan sebesar 37 poin pada 2024. Walau ada peningkatan nilai dari 2023, posisi ini masih lemah karena di bawah skor rerata global.
Survei TI melibatkan 180 negara. Skor 0 diindikasikan banyak praktik korupsi di negara tersebut, sebaliknya skor 100 menandakan negara tersebut bersih dari korupsi.
Adapun rata-rata skor IPK global hanya 43 poin pada 2024. Banyak negara yang dinilai tidak mengalami perubahan signifikan sedekade terakhir.
Memang ada 32 negara yang secara signifikan mengurangi tingkat korupsinya sejak 2012, namun menurut TI masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Terhitung ada 148 negara tetap stagnan atau menjadi lebih buruk selama periode yang sama. Sementara lebih dari dua pertiga negara memiliki skor di bawah 50.
"Miliaran orang hidup di negara-negara di mana korupsi menghancurkan kehidupan dan merongrong hak asasi manusia," tulis Ketua TI, François Valérian, dalam situs TI yang dikutip pada Senin (17/2/2025).
(Baca juga: Warga Lebih Percaya Pemberantasan Korupsi oleh Kejagung daripada KPK)