KLHK: Jumlah Hotspot di Indonesia Capai 270 Dalam 24 Jam Terakhir (Sabtu, 29 Maret 2025)


Nama Data | Nilai |
---|---|
Sulawesi Selatan | 44 |
Maluku Utara | 43 |
Kalimantan Timur | 43 |
Sulawesi Tengah | 38 |
Sulawesi Tenggara | 23 |
Kalimantan Barat | 15 |
Sulawesi Barat | 15 |
Riau | 9 |
Maluku | 8 |
Jambi | 7 |
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 270 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 45 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (29/3/2025) pukul 11.14 WIB. Dari 270 titik panas terdeteksi, 5 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 260 titik skala sedang, dan 5 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Indonesia Punya Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Selatan sebanyak 44 titik. Maluku Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 43 titik. Kalimantan Timur berada di posisi ketiga sebanyak 43 titik panas.
Sebanyak 38 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara menyusul dengan 23 titik panas, serta Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat masing-masing memiliki 15 dan 15 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Letusan Gunung Berapi dalam Beberapa Tahun Terakhir)