Uni Eropa telah menyepakati regulasi rantai pasokan bebas deforestasi pada Desember 2022.
Aturan baru itu melarang penjualan komoditas pertanian/perkebunan yang dinilai menjadi penyebab penggundulan hutan, seperti kakao, kopi, kedelai, kayu, dan kelapa sawit.
Merespons regulasi tersebut, Malaysia selaku produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia mengancam bakal menghentikan ekspor ke Eropa.
"Jika kita perlu melibatkan para ahli dari luar negeri untuk melawan langkah Uni Eropa, kita harus melakukannya," kata Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof, dilansir Reuters, Kamis (12/1/2023).
"Atau pilihan lainnya, kita stop ekspor (minyak sawit) ke Eropa, kita berfokus pada negara lain jika Uni Eropa mempersulit kita untuk mengekspor," lanjutnya.
Adapun menurut data Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Uni Eropa bukan pasar utama ekspor sawit Malaysia.
Selama periode Januari-November 2022 volume ekspor minyak sawit Malaysia ke Uni Eropa hanya sekitar 1,3 juta ton, kira-kira 9,3% dari total volume ekspor mereka yang mencapai 14,2 juta ton.
Negara anggota Uni Eropa yang paling banyak membeli minyak sawit Malaysia adalah Belanda, dengan volume sekitar 740,3 ribu ton selama periode tersebut.
Belanda juga menjadi negara tujuan ekspor sawit terbesar ke-4 bagi Malaysia. Namun, ekspor ke negara Uni Eropa lainnya tergolong kecil dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Pasar utama ekspor minyak sawit Malaysia umumnya berada di regional Asia dan Afrika. Pembeli terbesar pada Januari-November 2022 adalah India (2,6 juta ton) dan Tiongkok (1,6 juta ton).
(Baca: Produsen CPO Terbesar Dunia, RI-Malaysia Sepakat Lawan Diskriminasi Sawit)