Ini Pandangan Warga ASEAN tentang Perjanjian Ekonomi Digital DEFA

Menurut survei ISEAS-Yusof Ishak Institute, sekitar sepertiga responden ASEAN merasa Digital Economy Framework Agreement (DEFA) berkontribusi signifikan dalam meningkatkan kapabilitas dan perdagangan digital regional. Hal ini tercatat dalam The State of Southeast Asia: 2025 Survey Report.

DEFA adalah perjanjian multilateral yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital kawasan ASEAN. Programnya seperti kerja sama di bidang e-commerce, pembayaran digital lintas batas negara, sampai kolaborasi teknologi kecerdasan buatan.

Berikut hasil lengkap survei ISEAS-Yusof Ishak Institute mengenai pandangan responden ASEAN tentang DEFA pada 2025:

• Berkontribusi signifikan dalam meningkatkan kapabilitas dan perdagangan digital regional: 37,3%
• Meningkatkan kerja sama dalam inisiatif integrasi perdagangan digital: 29,4%
• Memiliki dampak terbatas pada peningkatan arus perdagangan digital karena perbedaan standar dan kapabilitas digital regional: 17,4%
• Tidak mengubah status-quo: 4%
• Belum pernah mendengar tentang DEFA: 11,9%

"Responden dari Vietnam (48,4%) dan Filipina (44,7%) tetap menjadi pendukung terkuat manfaat DEFA sejak 2024," kata ISEAS-Yusof Ishak Institute dalam laporannya.

ISEAS-Yusof Ishak Institute juga menemukan, persentase responden ASEAN yang belum pernah mendengar DEFA berkurang, yakni dari 16,8% pada 2024 menjadi 11,9% pada 2025.

ISEAS-Yusof Ishak Institute melakukan survei ini secara online pada 3 Januari-15 Februari 2025, melibatkan 2.023 responden dari negara-negara anggota ASEAN.

Survei ini menggunakan metode purposive sampling dengan responden dari kalangan akademisi, think-tank, atau peneliti; perwakilan sektor swasta; masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah (LSM) atau perwakilan media; pejabat pemerintah; dan personel organisasi regional atau internasional.

(Baca: Ramalan Ekonomi ADB di Asia Tenggara 2025-2026, RI Cukup Tinggi)