Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, realisasi dana Pilkada 2024 sebesar Rp34,57 trilliun per Agustus 2024.
Realisasi ini sudah mencapai 92% dari anggaran awal yang sebesar Rp37,52 triliun. Masih ada 8% kewajiban pendanaan yang harus diselesaikan.
Berdasarkan alokasi anggaran penyelenggara, realisasi pendanaan Pilkada 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp26,85 triliun pada Agustus 2024.
Nilai itu setara 93% dari total anggaran yang sebesar Rp28,76 triliun.
Sementara realisasi anggaran ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebesar Rp7,72 trilun. Nilai ini sudah mencakup 88% dari total anggaran ke lembaga tersebut yang sebesar Rp8,76 triliun.
Seluruh dana yang diberikan melalui skema naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan alur pendanaan tersebut. Dana dari pemerintah daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dihibahkan kepada Kemenkeu. Nantinya, Kemenkeu akan menyetorkan dana itu kepada penyelenggara sesuai posnya, yakni KPU atau Bawaslu.
"Seolah-olah daerah ngasih ke pusat, tapi itu untuk pilkada daerah masing-masing," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita pada Selasa (13/8/2024).
Target realisasi ini memang masih kurang, sehingga diharapkan bisa selesai sebelum pilkada berjalan pada November 2024.
Sri Mulyani menambahkan, daerah yang belum menyelesaikan kewajiban akan langsung dipotong atau intercept dari pusat. Ini bisa berupa pemotongan dana dari pos transfer ke daerah (TKD) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Namun skema lainnya, lebih diutamakan, adalah penggunaan kas atau treasury. Sri Mulyani menjelaskan, beberapa daerah yang punya kas banyak telah membayar kas itu melalui deposit facility.
"Artinya, kita enggak bayar daerah itu cash, tapi dia punya deposit di treasury kita, tetapi mereka bisa pakai. Nah, itulah yang dipakai untuk pembayaran pilkada," kata Sri Mulyani.
(Baca juga: Pendapatan Negara Turun, APBN Defisit Rp93,4 Triliun pada Juli 2024)