Data S&P Global menunjukkan, skor Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia terkontraksi menjadi 49,3 poin pada Juli 2024.
Sinyal buruk penurunan performa industri ini sudah terlihat sejak April 2024. Setelah bulan itu, capaian PMI manufaktur Indonesia konsisten memburuk. Bahkan dibandingkan setahun lalu, capaian PMI manufaktur Indonesia masih lebih baik, yakni di level 53,3 poin pada Juli 2023.
S&P menjelaskan, torehan negatif ini menunjukkan adanya penurunan pada kondisi pengoperasian manufaktur.
"Meski menunjukkan kontraksi marginal, ini merupakan pertama kali PMI turun ke wilayah negatif sejak bulan Agustus 2021," tulis S&P Global dalam laporan yang dipublikasikan Kamis (1/8/2024).
Penurunan PMI menggambarkan penurunan antara output dan pesanan baru dalam tingkat sedang. Ini bisa juga terlihat dari loyonya penjualan ekspor.
Ada beberapa bukti bahwa meski terjadi penurunan produksi secara keseluruhan, sektor manufaktur terus menghasilkan output berlebih pada Juli 2024. S&P menyebut, inventaris barang jadi naik signifikan untuk kelima kalinya dalam enam bulan terakhir. Perusahaan mampu menyelesaikan pekerjaan yang belum sempat terselesaikan.
"Produsen memilih untuk sedikit mengurangi aktivitas pembelian mereka pada bulan Juli, menandai penurunan pertama sejak bulan Agustus 2021," kata S&P Global.
Di saat yang bersamaan, perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah pekerja untuk ketiga kali dalam empat bulan terakhir. S&P menyebut, pengurangan staf ini paling tajam terjadi selama hampir tiga tahun.
"Ditemukan banyak laporan bahwa kontrak karyawan tidak diperbarui," kata S&P Global.
Kendala pasokan juga sebagai faktor penghambat kapabilitas produksi pada bulan lalu, dengan adanya penundaan pengiriman input.
Data survei terkini menunjukkan bahwa rata-rata waktu pengiriman lebih panjang untuk pertama kali dalam tiga bulan. Panelis melaporkan kepada S&P Global adanya tantangan pada rute pengiriman penting seperti di kawasan Laut Merah.
Sementara itu inflasi harga input berkurang pada bulan Juli, meski masih terhitung tinggi. Kenaikan umum pada harga bahan baku ditambah dengan nilai tukar yang buruk mendorong biaya inflasi.
"Produsen menanggapinya dengan menaikkan biaya secara maksimal selama tiga bulan," kata S&P Global.
(Baca juga: Indeks Manufaktur RI Turun Mei 2024, Ada Tanda Memburuk)