Belakangan kasus penganiayaan di Tanah Air kembali ramai disorot hingga dikecam publik. Teranyar, penganiayaan yang dilakukan oleh anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Mario Dandy Satriyo, terhadap putra pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor, David Latumahina.
Motif penganiayaan tersebut diduga dari aduan perempuan berinisial A, pacar Mario sekaligus mantan pacar David. Dalam klaimnya, A mendapat perlakuan kurang baik dari korban. Singkat cerita, Mario menemui David dan terlibat perdebatan, lalu mengeroyoknya hingga babak belur dan mengalami koma.
Sebelumnya, ada pula kasus penganiayaan mahasiswa senior terhadap mahasiswa junior Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya. Korban dipukul hingga tewas karena dianggap apatis oleh senior kampus.
Sejumlah kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari fenomena penganiayaan di Indonesia. Lantas, bagaimana tren kasus penganiayaan dalam lima tahun terakhir?
Badan Pusat Statistik (BPS) mengklasifikasikan penganiayaan menjadi dua, yakni penganiayaan berat dan ringan. Kasus penganiayaan berat di Indonesia pada 2021 sebanyak 8.445 kasus, sedangkan penganiayaan ringan sebanyak 12.211 kasus.
Berdasarkan wilayahnya, kasus penganiayaan paling banyak dilaporkan oleh wilayah hukum Polda Sumatera Utara. Rinciannya, kasus penganiayaan berat sebanyak 2.251 kasus, sedangkan penganiayaan ringan 2.561 kasus.
Jika dilihat selama lima tahun terakhir, total kasus penganiayaan cenderung menurun seperti terlihat pada grafik di atas.
Pada 2017 totalnya mencapai 33.734 kasus. Namun pada 2021 menjadi 20.656 kasus. Capaian itu turun 27,69% dari tahun 2020. Data kasus ini diambil BPS dari laporan yang masuk ke kepolisian.
(Baca: Ini Provinsi dengan Kasus Pembunuhan Terbanyak pada 2021)