Aliansi Ekonom Indonesia menilai kehidupan bernegara semakin jauh dari visi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, 7 desakan darurat ekonomi dilayangkan pada Selasa (9/9/2025).
Salah satu yang mendasari desakan darurat ekonomi adalah ketimpangan dalam berbagai dimensi, seperti antarkelompok serta antarlatar belakang sosial dan demografi yang ditandai dengan mandeknya peningkatan kesejahteraan kelompok bawah, rentan, dan menengah.
“Sementara kelompok atas tumbuh lebih pesat,” kata Ekonom Universitas Gadjah Mada, Elan Satriawan, yang mewakili Aliansi, dalam jumpa pers daring.
Ketimpangan tersebut bisa terlihat dari jumlah penduduk miskin di daerah. Di wilayah Maluku dan Papua misalnya, penduduk miskin pada 2005 mencapai 38,9%, 2015 turun menjadi 28,7%, dan 2025 turun lagi menjadi 24,7%.
Sementara di daerah lain, sekalipun kemiskinan tinggi, tapi tidak setinggi di wilayah Maluku dan Papua.
“Betapa ketimpangan antara provinsi di Indonesia bagian timur, khususnya Maluku dan Papua, (tidak hanya) pada masalah kemiskinan, namun juga pada masalah sosial ekonomi lainnya sangat-sangat tinggi,” katanya.
Berikut isi 7 desakan darurat ekonomi, sebagaimana dikutip dari Katadata.co.id:
- Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
- Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.
- Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan, sehingga membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.
- Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
- Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
- Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti makan bergizi gratis, koperasi desa/kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).
- Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
(Baca: Sederet Tantangan Ekonomi Menurut Anak Muda Indonesia, dari Bahan Pokok hingga Pendapatan Pajak)