Hasil riset Gallup dan Meta yang diolah Statista, The Global State of Social Connections, menyoroti fenomena kesepian yang semakin lazim secara global saat ini.
Dari seluruh responden yang disurvei pada dua tahun lalu, 24% di antaranya merasa cukup atau sangat kesepian. Sementara ada 27% responden yang merasa sedikit kesepian dan 49% tidak kesepian sama sekali.
Statista fokus pada kesepian yang dialami anak muda. Hasilnya, responden berusia 19-29 tahun pun mengalami kesepian cukup signifikan dengan proporsi 27%.
Sementara ada 25% responden berusia 15-18 tahun merasa cukup atau sangat kesepian. Proporsi yang sama dikantongi oleh responden berusia 30-44 tahun.
Adapun golongan tua mengalami tingkat kesepian yang lebih rendah, yakni 45-64 tahun sebesar 22% dan 65 tahun ke atas sebesar 17%.
Statista menilai, kondisi kesepian dan terisolasi dari lingkungan sosial tak hanya dirasakan saat pandemi Covid-19. Data ini justru menunjukkan bahwa kesepian terus melanda sejumlah besar orang, bahkan setelah karantina wilayah berlalu.
Statista menambahkan, kesepian dapat berimplikasi pada kesehatan yang serius, utamanya peningkatan risiko beberapa penyakit kronis.
"Seperti diabetes dan demensia, serta gangguan kesehatan mental termasuk kecemasan dan depresi," tulis Statista dalam lamannya yang dipublikasikan pada 13 November 2023.
Kendati begitu, perlu adanya riset lanjutan untuk memahami alasan dari kesepian yang dialami para responden.
Survei ini mewawancarai orang-orang berusia di atas 15 tahun di 142 negara sejak Juni 2022 hingga Februari 2023. Statista menyebut, survei ini bisa memberi wawasan tentang prevalensi kesepian di berbagai kelompok usia.
(Baca juga: Riset HCC: Banyak Warga Jabodetabek Alami Kesepian)