Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 516 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (13/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 516 titik panas terdeteksi, 15 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 458 titik skala sedang, dan 43 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Mayoritas Desa di Kawasan IKN Berisiko Banjir)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 207 titik. Maluku menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 47 titik. Sulawesi Tengah berada di posisi ketiga sebanyak 38 titik panas.
Sebanyak 32 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Maluku Utara menyusul dengan 32 titik panas, serta Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat masing-masing memiliki 24 dan 22 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada 31 Bencana di Indonesia pada Akhir Mei 2024, Banjir Mendominasi)