Survei akbar Microsoft yang diolah Statista menunjukkan bahwa banyak orang yang khawatir akan masalah yang muncul dari kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Sebanyak 71% responden mengaku khawatir dengan penipuan yang dibantu AI. Namun, tak dijelaskan lebih lanjut jenis penipuan yang dimaksud.
"Kemungkinan besar penipuan ini terkait dengan peniruan identitas seseorang di depan umum, pejabat pemerintah, atau kenalan dekat responden," tulis Florian Zand, jurnalis data Statista pada Rabu (17/4/2024).
Urutan kedua adalah deep fake atau pemalsuan foto, video, audio, dan lainnya yang menyerupai seseorang tertentu, dikhawatirkan oleh 69% responden. Proporsi itu sama dengan kekhawatiran akan pelecehan seksual secara online.
Banyak juga mengkhawatirkan adanya halusinasi AI, dipilih oleh 66% responden. Statista menilai, halusinasi ini bisa didefinisikan sebagai chatbot seperti ChatGPT yang menyajikan jawaban tidak masuk akal sebagai data atau fakta saat menjawab pertanyaan pengguna.
Ruang gelap AI lainnya yang dikhawatirkan adalah privasi data yang bocor, dipilih oleh 62% responden. Terakhir, amplifikasi bias atau memperkuat prasangka terhadap suatu informasi sebesar 60%.
"Secara keseluruhan, 87% responden merasa khawatir setidaknya terhadap satu skenario AI yang bermasalah," tulis Florian.
Pasar AI memang besar, diprediksi dalam kisaran US$300-500 miliar pada 2024. Namun menurut Statista, mengabaikan potensi bahaya AI bisa memunculkan kerugian yang tak kalah besar terhadap masyarakat. Bahaya ini menyasar demokrasi, sosial suatu negara hingga kehidupan personal seseorang.
Survei ini dilakukan terhadap 16.795 responden berusia 13-64 tahun di 17 negara pada Juli-Agustus 2023. Survei tertuang dalam laporan Microsoft Global Online Safety Survey 2024.
(Baca juga: Ini Pekerjaan yang Bisa Digantikan AI menurut Pegawai Startup)