Menurut laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit Rp347,6 triliun pada 2023. Rasionya sekitar 1,65% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun, angka tersebut masih berstatus realisasi sementara, karena belum melewati proses audit.
Adapun angka sementara ini lebih rendah dari proyeksi Perpres 75/2023, yang menargetkan rasio defisit APBN mencapai 2,27% terhadap PDB.
Jika dirinci sumbernya, pada 2023 APBN defisit karena belanja negara mencapai Rp3.121,9 triliun, melampaui pendapatan negara yang nilainya Rp2.774,3 triliun.
Pendapatan negara pada 2023 terdiri atas realisasi penerimaan perpajakan Rp2.155,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp605,9 triliun, serta penerimaan hibah Rp13 triliun.
Sementara, belanja negara terdiri atas belanja kementerian atau lembaga (K/L) Rp1.153,5 triliun, dan belanja non-K/L Rp1.087,2 triliun. Belanja non-K/L sudah termasuk belanja subsidi dan kompensasi energi Rp475,7 triliun, serta Transfer ke Daerah (TKD) Rp881,3 triliun.
Kemenkeu juga melaporkan, defisit APBN 2023 lebih rendah dibanding 2022 yang mencapai Rp460,4 triliun.
Di sisi lain, jika dilihat dari keseimbangan primer (selisih pendapatan dan belanja negara di luar pembayaran bunga utang), APBN 2023 mencetak surplus Rp92,2 triliun.
Surplus keseimbangan primer ini merupakan pencapaian kali pertama, setelah surplus terakhir pada 2011.
"Kinerja APBN 2023 yang sangat positif ini tentu menjadi bekal yang sangat baik untuk menyongsong pelaksanaan APBN 2024," kata Menkeu Sri Mulyani dalam siaran persnya, Selasa (2/1/2024).
(Baca: APBN Indonesia Defisit Rp35 Triliun per 12 Desember 2023)