Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) di seluruh provinsi Indonesia meningkat pada 2022, seiring dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Hal ini tercatat dalam laporan riset kolaborasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Katadata Insight Center (KIC) yang bertajuk Kebudayaan dalam Perbandingan: Analisis Komparatif Atas IPK dan Enam Indeks Terkait.
Kemendikbudristek bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyusun Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) berdasarkan kerangka kerja Culture Development Indicators (CDIs) yang dikembangkan UNESCO.
Kerangka IPK terdiri dari 31 indikator yang dikelompokkan ke dalam 7 dimensi yang diadopsi secara global, yaitu Dimensi Ekonomi Budaya, Pendidikan, Ketahanan Sosial Budaya, Ekspresi Budaya, Budaya Literasi, Warisan Budaya, dan Gender.
Penelitian ini berbasis riset deskriptif dengan menghimpun data sekunder terkait IPK, serta membandingkannya dengan indeks serupa atau yang terkait dengan pembangunan kebudayaan, seperti Indeks Kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB), Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Hasil analisisnya kemudian dirumuskan ke dalam skor indeks berskala 0-100 poin. Skor 0 menunjukkan perkembangan kebudayaan yang sangat rendah, sedangkan 100 artinya sangat baik.
Dengan metode tersebut, pada 2022 Provinsi DI Yogyakarta dan Bali meraih skor IPK di kisaran 66 poin atau masuk kategori "baik".
Sementara 32 provinsi lainnya memiliki IPK "cukup" dengan rentang skor antara 40 sampai 60 poin.
Kendati mayoritasnya masih berada di level "cukup", skor IPK di seluruh provinsi Indonesia pada 2022 naik dibanding 2021 seperti terlihat pada grafik.
Provinsi-provinsi Indonesia pada 2022 umumnya memiliki skor IPK baik dalam Dimensi Pendidikan, yang dinilai berdasarkan harapan lama sekolah, satuan pendidikan yang memiliki guru bahasa daerah/seni budaya, partisipasi penduduk miskin dan penyandang disabilitas dalam pendidikan, dan sebagainya.
Skor IPK di level provinsi juga secara umum baik dalam Dimensi Ketahanan Sosial Budaya, yang diukur berdasarkan kerukunan umat beragama, toleransi, kesetaraan, dan sebagainya.
Namun, dalam Dimensi Ekonomi Budaya dan Ekspresi Budaya, skor di level provinsi secara umum masih rendah.
“Selain Dimensi Ekonomi Budaya, Dimensi Ekspresi Budaya juga memiliki rapor merah di level provinsi. Kebebasan masyarakat dalam lingkup kebudayaan masih terbilang rendah, terlebih lagi mengalami penurunan dua tahun berturut-turut pada masa Pandemi Covid-19 yang berakibat kebebasan masyarakat dalam kegiatan ekspresi budaya menjadi terbatas,” kata tim Kemendikbudristek dalam laporannya.
“Walaupun tahun 2022 capaian pada dimensi ini meningkat, namun belum mampu menyamai capaian di tahun 2018 sebagai baseline-nya. Hal ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah agar kinerja pembangunan kebudayaan khususnya ekspresi budaya dapat ditingkatkan kembali,” lanjutnya.
(Baca: Nilai Budaya Literasi Indonesia Naik pada 2022, Ini Trennya Empat Tahun Terakhir)