Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah kembali naik pada Maret 2022 menjadi Rp7.052,5 triliun. Nominal tersebut bertambah 0,5% atau Rp37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.014,58 triliun.
Adapun jika dilihat secara tahunan, utang pemerintah tersebut juga naik 9,4% dibandingkan Maret 2021 yang berjumlah Rp6.445 triliun.
Seiring kenaikan pada nominal utang tersebut, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga naik menjadi 40,39% pada Maret 2022.
Surat berharga negara (SBN) masih mendominasi utang pemerintah yang sebesar Rp6.222,94 triliun atau 88,2%. Utang tersebut terdiri dari SBN domestik yang sebesar Rp4.962,34 triliun dan SBN valuta asing (valas) sebesar Rp1.260,61 triliun.
Pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp829,56 triliun atau 11,8%. Dari jumlah itu, pinjaman sebesar Rp13,20 triliun berasal dari dalam negeri.
Kemudian, pinjaman sebesar Rp816,36 triliun berasal dari luar negeri. Rinciannya, pinjaman bilateral sebesar Rp281,31 triliun, pinjaman multilateral Rp491,57 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp43,48 triliun.
Pemerintah menyatakan akan terus menjaga rasio utang dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, seperti optimalisasi pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan Bank Indonesia.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan infrastruktur dengan mengedepankan kerjasama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair. Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, blended financing serta SDG Indonesia One.
(Baca Juga: Awal Ramadan 2022 Ada Lelang Sukuk, Ini Daftar Imbalannya)