Harga minyak yang masih rendah dan perubahan skema kontrak kerja sama dalam industri migas membuat investasi hulu migas seret. Pemerintah yang mulai mengganti skema kerja sama migas menjadi gross split (biaya operasional tidak diganti) dari sebelumnya memakai sistem cost recovery (penggantian biaya operasional) membuat investor harus melakukan kajian lebih cermat dalam perhitungan bagi hasil migas.
Data SKK Migas mencatat bahwa investasi hulu migas sepanjang semester pertama 2017 baru mencapai US$ 3,98 miliar setara Rp 52,9 triliun atau hanya 29 persen dari target senilai US$ 13,8 miliar. Adapun investasi di blok eksploitasi senilai US$ 3,96 miliar dan bloks eksplorasi US$ 30 juta. Setelah mencapai puncak tertingginya pada 2013, investasi hulu migas mengalami tren penurunan seiring jatuhnya harga minyak dunia hingga di bawah US$ 30 per barel.
Salah satu penyebab turunnya investasi hulu migas juga karena sepinya minat lelang blok migas sejak 2015. Dari 14 blok migas yang ditawarkan, tidak satupun yang dimintai investor. Demikian pula pada 2016, lelang yang ditawarkan juga tidak ada peminat. Pada 2017, pemerintah kembali melelang 14 blok migas tapi hanya satu yang diminati investor.