Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Selain murah, CPO juga mudah diproduksi dan dimanfaatkan, antara lain sebagai komestik. Pemain besar penghasil minyak sawit dunia adalah Indonesia dan Malaysia. Keduanya berlomba-lomba menjadi eksportir CPO terbesar dan sejak 2016 Indonesia berhasil menggeser kedudukan Malaysia. Namun, adanya regulasi dari negara-negara tujuan ekspor utama menjadi penghambat Indonesia dalam melakukan perdagangan internasional, salah satunya ke India.
Penurunan ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke India berlangsung sejak Februari sampai April 2019. Total ekspor paling tinggi terjadi pada Januari 2019 sebesar 604,21 ribu ton. Sementara pada Maret 2019 terjadi penurunan sebesar 62,4% menjadi 194,41 ribu. Sedangkan Malaysia dalam kurun waktu tersebut secara bertahap mengalami kenaikan ekspor CPO dan turunannya ke India, kecuali pada Maret 2019 sempat turun sebanyak 22,5% atau setara dengan 354,65 ribu ton. Total ekspor CPO yang berhasil dicapai Malaysia ke India paling banyak sejumlah 539,99 ribu ton.
(Baca Databoks: Inilah 10 Negara Tujuan Utama Ekspor CPO pada 2019)
Persoalannya, India menaikkan tarif bea masuk CPO pada batas maksimum. Hal ini ditanggapi oleh Malaysia dengan memanfaatkan perjanjian Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) tahun 2011 yang menjadikan tarif bea masuk CPO ke India hanya 45%. Kemudian disusul oleh negara Uni Eropa yang membangun sentimen negatif pada pasar sawit CPO Indonesia di Eropa sehingga membuat keadaan semakin buruk.